Mata kanan Prof I Nyoman Kabinawa mengintip lensa okuler pada mikroskop. Wajahnya berbinar ketika periset Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahunan Indonesia itu melihat cahaya hijau, biru, merah, dan kuning. Warna bak pelangi itu dipantulkan oleh spirulina yang diambil dari Pangandaran, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat.
Melihat warna-warni spirulina, Prof I Nyoman Kabinawa yakin, Pasti spirulina kaya pigmen. Pigmen itu zat warna alami yang mengindikasikan makhluk supermini itu kaya nutrisi. Itulah penelitian Kabinawa pada awal 1980. Hasil riset membuktikan, spirulina kaya protein. Tujuh puluh persen sel spirulina mengandung protein. Jumlah itu lebih tinggi dibandingkan sumber lain seperti daging hewan dan ikan mengandung 15-25% protein, ayam (24%), kedelai dan susu (35%), kacang-kacangan (25%), dan biji-bijian (14-18%).
Menurut Keishiro Wada dari Departemen Biologi, Osaka University, Jepang, spirulina kaya asam amino. Dengan metode analisis sekuen, ia menemukan 16 jenis asam amino antara lain lisin, histidin, arginin, alanin, threonin, serine, glutamat, dan prolin. Beragamnya kandungan gizi spirulina meningkatkan keingintahuan peneliti tentang khasiatnya.
Antivirus
Penelitian awal khasiat spirulina terhadap kesehatan dilakukan oleh Lumsden dan D. O. Hall dari University of London King's College, London pada 1974. Mereka membuktikan kandungan zat besi spirulina lebih tinggi dibanding bayam.
Spirulina juga mengandung enzim superoksida dismutase penghambat kerusakan sel akibat radikal bebas, terutama sel kulit, jaringan otak, dan indra. Superoksida dismutase terbukti melindungi tubuh dari berbagai kerusakan DNA dan gangguan metabolisme seperti peroksidasi lemak, protein denaturasi, dan degradasi sel progresif. Para periset itu yakin spirulina mampu menggempur berbagai penyakit.
Penelitian efek antivirus dari ganggang pertama kali dilakukan oleh Gustafson KR dan Cardellina JH II dari National Cancer Institue pada 1989. Namun, ganggang yang digunakan berupa alga biruhijau Lyngbya lagerheimii dan Phormidium tenue. Komponen paling berpengaruh: sulfoglycolipids. Dalam risetnya, sel manusia yang diinduksi ganggang hijau pada konsentrasi tertentu ampuh menghadang serbuan infeksi virus HIV-1. Dari 600 jenis ganggang biru-hijau, efek antivirus hanya dimiliki 60 jenis, termasuk Spirulina platensis.
Itu dibuktikan oleh Hayashi dari Fakultas Ilmu Farmasi, Toyama Medical & Pharmaceutical University, Jepang. Seperti dikutip Journal of Natural Production, Spirulina platensis menghambat replikasi herpes simplex virus (HSV-1) pada sel hela dengan konsentrasi 0,08-50 mg/m. Ekstrak itu tidak berefek mematikan virus, tetapi mengubah virus agar masuk ke dalam sel. Virus kemudian disintesis proteinnya hingga mengecil dan tak berdaya. Tak ada efek apa pun pada sel tubuh, bahkan mencegah pembesaran organ hati. Dosis spirulina yang aktif mematikan virus 0,173-26,3 mg/ml.
Kalsium spirulan
Efek antivirus spirulina berasal dari polisakarida sulfi t bernama kalsium spirulan. Ia menghambat replikasi virus yang terbungkus lemak. Tak hanya herpes simplex tipe 1 (HSV-1) yang enyah, tapi juga human cytomegalovirus (HVMV), campak, mumps, dan influenza. Hayashi juga menemukan kalsium spirulan penghambat HIV-1.
Jika dibandingkan dengan dextran sulfat (DS)-zat sintesis anti-HIV-spirulina memiliki kekuatan 4-5 kali lebih besar. Sebab, kalsium spirulan bersifat antikoagulan lebih rendah dibanding DS, sehingga lebih mudah menghambat pergerakan virus. Kalsium spirulina juga memiliki waktu hidup pada aliran darah lebih lama dibandingkan DS. Oleh karena itu, spirulina digunakan dalam pengobatan AIDS.
Selain antivirus, spirulina juga terbukti antikanker. Penelitiannya dimotori oleh Mathew B dan Sankaranarayanan seperti dikutip Journal Nutrion of Cancer pada 1995. Riset itu melibatkan 87 pengidap leukopia-prakanker-akibat mengunyah tembakau. Sebanyak 44 orang diberi asupan spirulina 1 gram per hari, sedangkan 43 orang lainnya kapsul zat kimia untuk kanker. Hasilnya, sebaran kanker orang yang mengkonsumsi spirulina terhambat 45%, sedangkan yang mengasup obat kimia kanker hanya 7%.
Betakaroten juga berpengaruh terhadap kanker, kata Kabinawa. Menurut Henrickson dalam bukunya Spirulina, Earth Food, kandungan betakaroten spirulina paling tinggi dibandingkan sumber makanan lainnya, 23.000 IU per 10 g. Itu berarti 2 kali lebih tinggi daripada semangkuk wortel dan kentang, 4-5 kali lebih tinggi daripada Chlorella, atau 20 kali lebih tinggi daripada semangka. Lembaga Kanker Amerika membuktikan sayuran tinggi betakaroten menurunkan risiko semua jenis kanker.
GLA
Pada 1990, Iwata dan Munakata dalam Journal of Japan Society for Nutrition Food Science meneliti pengaruh spirulina terhadap pekerja berkadar kolesterol tinggi, hipertensi ringan, dan hiperlipidemia. Masing-masing pekerja diberikan 4,2 g serbuk spirulina per hari. Setelah 4 minggu terjadi penurunan 4,5% kadar kolesterol darah, dari 244 mg/dl menjadi 233 mg/dl dan LDL kolesterol turun 6,1%.
Oleh karena itu, periset Departemen Kesehatan dan Penyakit Dalam, Universitas Tokai, Jepang, menyimpulkan spirulina menurunkan kadar kolesterol darah tanpa efek samping, sehingga baik bagi pencegahan penyakit jantung dan arteriosklerosis. Menurut Kabinawa, itu merupakan hasil kinerja GLA (gamma linoleic acid), prekursor prostaglandin tubuh. Prostaglandin berfungsi mengontrol hormon untuk menjalani fungsi tubuh seperti pengaturan tekanan darah, sintesis kolesterol, infl amasi, dan pembelahan sel.
Spirulina juga tak secara langsung membasmi penyakit-penyakit dalam tubuh. Penelitian Parada dan de Caire dari Universitas Buenos Aires, Argentina, menyebutkan asupan 5% spirulina meningkatkan populasi Lactobacillus dalam usus sebanyak tiga kali lipat dan menekan pertumbuhan cendawan Candida albicans.
Seperti dikutip International Journal of Food Microbiology, Parada membuktikan adanya peningkatan imunitas tubuh disebabkan kenaikan jumlah bakteri laktat seperti Lactococcus lactis, Streptococcus thermophilus, Lactobacillus casei, Lactobacillus acidophilus, dan Lactobacillus bulgaricus. Pada manusia Lactobacillus memiliki 3 fungsi: meningkatkan pencernaan dan penyerapan makanan, melindungi dari infeksi, dan melindungi sistem kekebalan tubuh.
Jumlah bakteri asam laktat dalam tubuh yang sedikit menyebabkan penyerapan nutrisi makanan terganggu. Itu terjadi pada pasien Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Penyerapan nutrisi rendah lantaran infeksi usus oleh Candida albicans. Itu sebabnya, ahli medis di Amerika Serikat kerap memberikan spirulina agar jumlah bakteri Lactobacilus naik dan Candida albicans hilang. Pada akhirnya, gizi makanan lebih mudah diserap tubuh dan kesembuhan pun diperoleh. Hingga hari ini penelitian tentang spirulina terus berjalan. Tujuannya mengungkap khasiat lain meski faedah ganggang hijau-biru itu amat banyak. Persis seperti warnawarni yang dipantulkan. (Vina Fitriani).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar